Selasa, 18 November 2014

Mendulang Intan

Mendulang Intan

          Mendulang merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan di daerah Kalimantan Selatan dan Provinsi-provinsi lainnya yang mana kegiatan ini merupakan suatu pekerjaan yang menguntungkan bagi sebagian orang karena dapat memenuhi kebutuhan hidup sehar-hari hanya dengan mencari suatu benda yang sangat berharga yakni Intan dan juga terdapat benda berharga lainnya seperti batu batuan yang menarik yang cukup laku dipasaran.

Mendulang merupakan suatu kalimat yang dasar nya dari wilayah Kalimantan Selatan yang mana mendulang dapat disamakan artinya dengan mencari dalam bahasa Indonesia, dan nama mendulang merupakan juga nama alat yang digunakan dalam mencari intan yakni dulang
Dulang adalah salah satu alat yang digunakan untuk mendulang yang mana alat ini merupakan satu-satunya alat yang digunakan dalam proses mencari intan secara tradisional dimana dulang biasanya terbuat dari kayu ulin , selain itu para warga yang bekerja sebagai pendulang biasanya mencari intan dengan cara diputar putar dengan dulang atau yang biasanya disebut melenggang dalam bahasa Kalimantan Selatan, dalam proses ini membutuhkan suatu kesabaran yang sangat tinggi karena tidak semua pendulang dapat mendapatkan intan setiap hari dan bahkan bisa tidak mendapat kan intan sama sekali pada hari hari tertentu karena intan sangatlah sulit untuk didapatkan yang mana bentuk intan sangatlah kecil dan hanya orang orang tertentu yang dapat membedakan intan dengan batu batuan yang lainnya

Penambang artinya pekerjaan yang dilakukan seseorang berkenaan dengan penggalian tanah, intan adalah mineral yang secara kimia merupakan bentuk kristal, atau alotrop, dari karbon. Intan terkenal karena memiliki sifat-sifat fisika yang istimewa, terutama faktor kekerasannya dan kemampuannya mendispersikan cahaya. Sifat-sifat ini yang membuat intan digunakan dalam perhiasan dan berbagai penerapan di dalam dunia industri.

Penambangan intan merupakan sektor andalan dalam bidang perekonomian Kalimantan Selatan, dimana daerah Banjarmasin adalah daerah yang paling kaya akan intan, khususnya di daerah Cempaka yang merupakan daerah yang paling banyak ditemukan intan. Bagi penduduk Desa Cempaka, mendulang intan merupakan mata pencaharian turun temurun. Para pendulang biasanya berkelompok-kelompok mengali lobang pada kedalam sekitar 10-12 meter dengan menggunakan perkakas tradisional dan metode lama. Mereka bekerja keras mengadu nasib. Bahan galian tersebut selanjutnya dicuci untuk mencari sebutir Intan, terkadang pendulang menemukan pula Batu Akik dan Pasir Emas.

Cempaka adalah kawasan penambangan intan dan emas yang terletak 47 km dari Kota Banjarmasin dan 7 km dari Kota Banjarbaru. Di tempat ini pengunjung dapat melihat langsung bagaimana para pekerja mencari Intan atau Emas di lobang-lobang penuh galian dan penuh lumpur. Dari catatan sejarah di tambang ini pernah ditemukan intan terbesar seberat 20 karat pada tahun 1846, rekor ini kemudian dipecahkan pada tahun 1850 dengan ditemukannya intan yang lebih besar lagi seberat 167,5 karat.

Intan yang ditemukan kemudian dibawa ke Martapura untuk dibersihkan dan digosok, di jantung Kota Martapura banyak ditemukan rumah-rumah tempat penggosokan intan baik secara tradisional maupun modern yang terkenal adalah penggosokan Intan Tradisional Kayu Tangi Martapura. Di sini intan dan batu-batuan di bawa dan di gosok secara tradisional dengan berbagai macam bentuk.
Di Martapura juga terdapat tambang intan yang terkenal di Pengaron, dimana pada masa pendudukan Belanda tambang intan di Pengaron adalah penghasil intan terbanyak, tambang intan tersebut adalah Orange Nassau.
Baru-baru ini, penambang di Kabupaten Banjar menemukan intan mentah sebesar pentol bakso. Kelompok pendulang intan tradisonal menemukannya di kedalaman 15 meter di Desa Antaraku, Kecamatan
Pengaron, Kabupaten Banjar.
Beratnya mencapai 40 gram, penambang mengatakan ukurannya 200 karat. Diberi nama Puteri Malu, intan ini penemuan terbesar setelah intan Trisakti tahun 1965 seberat 33 gram. Bagi seorang penambang, menemukan intan besar belum tentu membawa kemakmuran baginya. Penambang intan ibarat seorang buruh tani, hidup miskin bertahan hidup dari utang.

Walaupun Kalimantan Selatan merupakan penghasil intan terbesar di Indonesia, bahkandi dunia tetapi wilayah ini tingkat penganggurannya masih tinggi, sehingga perlu dilakukan pemberdayaan pada sector-sektor unggulan khususnya dalam penambangan intan.

 Caranya: material berupa pasir, batu-batuan kecil, tanah, lumpur dan sebagainya yang telah bercampur menjadi satu diambil dari dalam lubang galian yang dibuat dengan kedalaman tertentu dimuat ke dalam dulang sesuai dengan kapasitas dari setiap dulang yang digunakan, selanjutnya dulang yang telah terisi material tersebut diputar-putar (dilenggang) dalam air sehingga sedikit demi sedikit material dari dalam dulang terbuang keluar dari dulang terbawa oleh pusaran air yang timbul akibat putaran yang dilakukan sambil sekali-kali pendulang mengamati sisa material yang berada dalam dulang apakah terdapat intan atau tidak. Hal tersebut dilakukan begitu seterusnya sampai material yang berada dalam dulang terbuang habis dari dalam dulang. Kegiatan tersebut dilakukan sepanjang harinya oleh penambang tradisional intan, dan belum tentu kegiatan yang dilakukan mendapatkan hasil yang bisa dibawa pulang sebagai pendapatan hari itu. Mencari barang yang belum tentu dapat itu sangat membutuhkan kesabaran dan keuletan yang tinggi dari para pendulang.
Kegiatan mendulang biasanya dilakukan secara berkelompok. Satu kelompok biasanya terdiri dari 3-5 orang ataupun lebih. Kenapa hal tersebut dilakukan secara berkelompok? Karena setiap orang mempunyai tugas masing-masing yang berbeda-beda. Ada yang bertugas membuat/menggali lubang. Ada yang lain bertugas mengangkut material galian kelokasi pendulangan. Sedangkan yang lainnya lagi bertugas mendulang material yang telah terangkut tadi. Biasanya di tempat pendulangan dipasang semacam tenda untuk menghindari panasnya terik matahari
Yang lebih memprihatikan lagi bagi pendulang intan adalah bahwa tidak jarang apa yang dilakukan tidak membawa hasil sama sekali dalam seharinya, hal tersebut sangat ironis sekali mengingat pekerjaan yang dilakukan sangat beresiko sekali. Beresiko saya ambil contohnya adalah pendulang harus kuat terhadap dinginnya air karena bisa-bisa pendulang yang tidak tahan fisik akhirnya sakit, atau yang lebih ngeri lagi adalah bagian yang berada didalam lubang galian karena bisa-bisa terkubur hidup-hidup dalam sana apabila terjadi runtuh tanah disekitar lubang sewaktu-waktu..

Hal tersebut dilakukan lagi-lagi karena alasan klasik yaitu fakor ekonomi walaupun nyawa sebagai taruhannya. Dalam system mencari intan secara berkelompok ini biasanya hasil yang didapat dibagi secara merata kepada setiap orangnya dalam kelompok tersebut. Hal tersebut juga tidak mutlak begitu aturannya namun kebanyakkan begitu yang dilakukan, atau juga tergantung dari kesepakatan awalnya bagaimana? Perlu diketahui juga bahwa para penambang tradisional tersebut lahan yang digunakan juga kadang-kadang tidak milik sendiri tetapi milik orang lain.

Jadi hasil yang didapat semakin kecil apabila semakin banyak orang terlibat dalam sebuah kelompok penambang intan.

Kelompok tersebut dinamakan para pengumpul intan dan biasanya orang-orang yang sudah memiliki modal sendiri atau memakai modal orang lain dalam mengumpulkan intan. Selanjutnya dari para pengumpul ini dijual lagi kepengumpul yang besar untuk diolah menjadi intan-intan yang bernilai jual tinggi. Atau juga intan tersebut langsung di jual kepada para pengumpul yang berasal dari luar sebelum diolah menjadi berbagai macam bentuk yang menarik seperti mata cincin, kalung, gelang, dan lain sebagainya. Namun tetap saja yang menjadi bagian yang paling bawah adalah para pekerja yang secara langsung bekerja dilapangan. Daerah yang cukup terkenal sebagai tempat penghasil intan di Banjarmasin seperti Martapura, Kampung Cempaka, Karang Intan, Awang Bangkal, Sungai Besar, Matraman. Daerah-daerah tersebut yang menjadi salah satu tempat yang banyak menghasilkan intan.

Peraturan-peraturan dalam proses mendulang Intan
Kampung Guntung Lua terletak di tepi sungai Kemuning. Para pendulang intan yang aktif bekerja pada kurun waktu 1970-an pasti mempunyai kenangan tersendiri atas sungai Kemuning. Hal ini mengingat di tepi kiri dan kanan sungai Kemuning inilah mereka dulu bekerja mendulang intan. Lokasi pendulangan intan di kota Banjarbaru ketika itu terbentang sepanjang dua kilometer. Mulai dari kampung Karamunting di hulu sampai ke kampung Guntung Lua di hilir. Terkait dengan aktifitas pendulangan intan di sepanjang tepi kiri dan kanannya inilah maka air sungai Kemuning selalu keruh sepanjang hari. Uniknya, hingga sekarang air sungai Kemuning masih tetap keruh. Padahal, sudah puluhan tahun kegiatan pendulangan intan tidak lagi dilakukan orang di sini.

Aku memulai karierku sebagai pendulang intan sejak tahun 1970. Usiaku ketika itu baru 12 tahun. Aku lahir di Banjarmasin pada tahun 1958. Namun sejak tahun 1960 aku sudah diboyong orang tuaku pindah ke kota Banjarbaru.

Mula-mula aku ikut ayahku mendulang intan di kampung Guntung Lua tak jauh dari rumahku. Aku dan kakakku bertugas membawa batu dulangan dari tumpukannya di sekitar lokasi lubang galian ke lokasi pencuciannya di tepi sungai. Batu dulangan itu kami masukan ke dalam bakul purun lalu kami panggul sebakul demi sebakul ke lokasi pencuciannya. Jarak yang harus kami tempuh cukup jauh, sekitar 200 meter.

            Aku masih ingat, aku ketika itu sering ditegur ayahku karena selalu berkacak pinggang. Sekali waktu aku bahkan ditimpuk orang dengan sebutir batu kerikil oleh seorang pendulang intan lain yang marah karena aku bersiul-siul di lokasi pendulangan intan.Belakangan barulah aku mengetahui jika berkacak pinggang dan bersiul-siul di lokasi pendulangan intan sangat tabu dilakukan.

Para pendulang intan membayangkan intan yang sedang mereka cari dengan susah payah itu ditaburkan oleh para gadis yang berasal dari alam gaib bawah tanah (bahasa Banjar alam subalah). Dua di antara gadis penabur intan itu konon bernama Siti Anggani dan Putri Sahanjani.
Siang hari, ketika para pendulang intan sedang asyik bekerja, Siti Anggani, Putri Sahanjani, dan kawan-kawannya yang lain bekerja menaburkan butiran intan ke dalam lubang pendulangan yang sedang digali orang. Siti Anggani, Putri Hanjani dan kawan-kawan itu konon mondar-mandir kian ke mari dari lubang yang satu ke lubang yang lain. Mereka memilih lubang yang layak untuk ditaburi intan. Pemilik lubang yang mereka pilih untuk ditaburi intan adalah pendulang intan yang mereka nilai paling tertib. Dalam hal ini pendulang intan yang tidak pernah melanggar tabu-tabu yang berlaku. Konon, para gadis dari alam gaib yang bertugas menaburkan butiran intan ke dalam lubang galian itu akan segera lari bertemperasan begitu melihat ada orang berdiri sambil berkacak pinggang atau mendengar suara siulan.

            Rupa-rupanya, karena itulah maka ada pendulang intan lain yang tanpa segan-segan menimpukku dengan batu kerikil begitu mengetahui akulah orang yang bersiul di lokasi pendulangan intan. Aku dengan refleks menoleh ke arah orang yang menimpukku. Orang itu menyeringai sambil memberi isyarat agar aku berhenti bersiul dengan cara menyilangkan jari telunjuk ke bibirnya. Tidak hanya itu, orang itu juga mengirimkan isyarat bernada ancaman, ia mengacungkan tinjunya ke arahku. Aku jadi keder, nyaliku langsung ciut karena para pendulang intan lainnya sepertinya berpihak kepada orang itu. Untunglah, ayahku tidak menyaksikan adegan panas itu, karena beliau ketika itu tengah berada di dalam lubang pendulangan. Beliau sedang asyik mengeruki batu dulangan yang menilik dari warna dan bentuk fisiknya diduga mengandung banyak intan.

            Semakin lama bekerja sebagai pendulang intan semakin banyak pula informasi mengenai pantangan-pantangan yang tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan. Setidak-tidaknya ada 21 pantangan yang sempat kucatat ketika itu.




1.1 BERKACAK PINGGANG
    Berkacak pinggang tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan karena bagi para gadis dari alam gaib tsb (Siti Anggani, Putri Hanjani, dan kawan-kawannya), berkacak pinggang dianggap sebagai perilaku baru yang mencerminkan bahwa pelakunya adalah seorang yang sombong.


1.2 BERSIUL-SIUL
    Bersiul-siul tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan karena para gadis dari alam gaib tsb merasa dilecehkan. Mereka menuntut penghormatan yang setara dengan jasa mereka sebagai penabur intan yang tentunya identik dengan status sebagai pemberi rezeki.


1.3 MENYALAKAN API
     Menyalakan api tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan, karena kulit tubuh para gadis dari alam gaib tsb sangat sensitif dengan api. Maklumlah, sebagai makhluk berjenis jin tubuh mereka diciptakan Tuhan dari api.


1.4 MEMBAWA AYAM
     Membawa ayam tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan karena para gadis dari alam gaib sangat alergi dengan ayam. Bagi mereka ayam merupakan binatang yang sangat menakutkan. Sama seperti halnya tikus bagi sebagian besar
kaum wanita dari kalangan manusia.


1.5 MELENGGAK-LENGGOKKAN BADAN
     Melenggang-lenggokkan badan dengan gerakan yang tidak karuan (tidak senonoh) tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan karena para gadis dari alam gaib merasa dilecehkan dengan perbuatan itu. Mereka menuntut penghormatan yang setara dengan jasa mereka sebagai penabur intan yang tentunya identik dengan status sebagai pemberi rezeki.

1.6 BERPAKAIAN SEKSI
     Berpakaian seksi yang dapat merangsang nafsi birahi lawan jenis tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan karena para gadis dari alam gaib merasa dilecehkan dengan perbuatan itu. Mereka menuntut penghormatan yang setara dengan jasa mereka sebagai penabur intan yang tentunya identik dengan status sebagai pemberi rezeki.

1.7 MENUNJUK-NUNJUK SESUATU
     Menunjuk sesuatu dengan jari telunjuk tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan. Segala sesuatu yang ada di lokasi pendulangan intan harus ditunjuk dengan menggunakan jari jempol.
Hal ini berkaitan dengan etika kesopanan. Konon, para gadis dari alam gaib yang bertugas sebagai penabur intan tidak suka melihat orang menunjuk-nunjuk dengan jari telunjuknya. Orang seperti itu dinilai sebagai orang sombong yang tidak tahu etika sopan santun.

1.8 MAKAN NASI
     Memakan nasi di dalam lubang pendulangan tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan. Kegiatan makan siang harus dilakukan jauh dari lubang pendulangan, karena dikhawatirkan ada remah nasi yang tanpa sengaja masuk ke dalam lubang pendulangan.
Para gadis dari alam gaib itu konon sangat benci dengan nasi. Hal ini berkaitan dengan trauma masa purba sebagaimana yang diceritakan dalam sebuah legenda.
Pada zaman dahulu kala padi dan intan pernah bersaing dalam merebut perhatian manusia. Ternyata manusia ketika itu memilih padi dan mengesampingkan intan.
Sejak itu intan melesak jauh ke dalam perut bumi sehingga sulit sekali dicari. Intan baru dapat diperoleh jika ada orang gaib bawah tanah berkenan membawakannya dari dalam perut bumi ke atas permukaan bumi.

1.9 MENGGALI LUBANG PENDULANGAN DI AREAL PERSAWAHAN
     Masih berkaitan dengan legenda purba di atas, seorang pendulang intan juga ditabukan menggali lubang pendulangan di areal persawahan.
Begitu tabu itu dilanggar, maka areal persawahan itu akan berubah menjadi tanah walang (mandul) yang tidak dapat lagi ditanami padi.

2.0 BERSIN
     Bersin di lubang pendulangan. Hal ini tabu dilakukan karena para gadis dari alam gaib akan terkejut mendengarnya dan mereka akan langsung pulang kembali ke alam bawah tanah tempatnya bermukim selama ini.

2.1 KENTUT
     Kentut di lubang pendulangan. Hal ini ditabukan karena para gadis dari alam gaib sangat sensitif dengan bunyi kentut dan bau busuk yang menyebar setelah itu.
Sesungguhnya, tidak hanya para gadis dari alam gaib saja yang sensitif dengan bau kentut. Para gadis dari alam nyata juga tidak kalah sensitifnya jika mencium bau kentut beraroma telur asin, jengkol, petai, iwak wadi, atau pakasam.
Tidak percaya?
Silakan dicoba.

2.2 MAKAN JENGKOL ATAU PETAI
     Masih berkaitan dengan bau busuk, para pendulang intan juga ditabukan untuk makan nasi dengan lalapan atau lauk pauk berupa telur asin, jengkol, petai. iwak wadi, dan pakasam.
Dapat dipastikan mulut yang bersangkutan akan menyebarkan bau busuk yang menusuk hidung jika nekad makan nasi dengan lalapan atau lauk pauk yang disebutkan di atas.
Para gadis dari alam gaib diikhawatirkan tidak akan sanggup bertahan lama jika bau busuk bertebaran di seantero lokasi pendulangan intan

2.3 GULAI BUMBU BALI
     Selain ditabukan makan berlalap dan berlauk telur asin, jengkol, petai, iwak wadi, atau pakasam. Seorang pendulang intan juga ditabukan membawa lauk pauk yang digulai dengan bumbu Bali yang identik dengan lombok merah (bahasa Banjar, masak habang).
Konon para gadis dari alam gaib sangat takut dengan darah. Mereka mengira semua yang berwarna merah sudah pasti adalah darah



2.4 BERKELAHI
     Berkelahi di pendulangan intan, apalagi sampai menumpahkan darah sangat tabu dilakukan di pendulangan intan. Para gadis dari alam gaib itu sangat takut menyaksikan orang berkelahi.
.
2.5 MENSTRUASI
     Masih berkaitan dengan darah. Wanita yang sedang mensturasi ditabukan untuk berada di lokasi pendulangan intan. Bagi para gadis dari alam gaib itu, lokasi pendulangan itu adalah tempat suci yang tidak boleh dinodai dengan segala sesuatu yang berbau darah.

2.6 KENCING, BERAK, DAN MELUDAH
     Jika bersin dan kentut saja ditabukan, maka sudah barang tentu kencing, berak, dan meludah di dalam lubang pendulangan jauh lebih tabu lagi. Hal ini berkaitan dengan pandangan bahwa lokasi pendulangan intan merupakan tempat yang harus selalu dijaga kesuciannya.

2.7 MENGIBAS-NGIBASKAN PAKAIAN
     Mengibas-ngibaskan pakaian. Hal ini ditabukan karena perbuatan dimaksud bisa disalah-tafsirkan oleh para gadis dari alam gaib sebagai isyarat pengusiran.

2.8 MENYENTUHKAN RAMBUT PADA ALAT KERJA
     Menyentuhkan rambut dengan sengaja pada semua alat kerja mendulang intan, terutama sekali linggangan sangat ditabukan, karena hal itu dianggap merusak kesucian alat-alat kerja untuk mendulang intan..

2.9 MENGUCAPKAN KATA INTAN
     Mengucapkan kata intan selama berada di lokasi pendulangan intan. Kata ganti untuk itu adalah galuh. Konon, para gadis dari alam gaib sangat marah mendengar ada orang yang berani menyebut kata intan tanpa tedeng aling-aling.
Hal itu dianggap melanggar etika kesopanan. Sama tidak sopannya dengan seorang anak yang begitu berani memanggil orang lain yang usianya lebih tua dengan cara langsung menyebut namanya tanpa embel-embel sama sekali (bahasa Banjar, basisi).

3.0 MENGUCAPKAN KATA-KATA JOROK
     Mengucapkan kata-kata jorok yang berkonotasi pada alat perkelaminan (porno) sangat tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan. Sama tabunya dengan mengucapkan kata intan. Hal ini berkaitan dengan etika kesopanan. Para gadis dari alam gaib itu akan merasa dilecehkan jika ada pendulang intan yang mengucapkannya dengan sengaja.

3.1 MENGUCAPKAN KATA-KATA TERTENTU
     Selain kata intan dan kata-kata berkonotasi porno, masih ada sejumlah kata lain yang juga tabu untuk diucapkan dan harus harus diganti dengan kata lain.
Contoh, bulik (bahasa Banjar, artinya pulang harus diganti dengan mara). Dapat (bahasa Banjar, artinya memperoleh diganti dengan pakulih). Hujan (runtuh). Makan (muat). Nasi (biji). Sial (licung). Tulak (bahasa Banjar artinya pergi, harus diganti menjadi para). Turun (bahasa Banjar, artinya masuk ke dalam lubang galian, harus diganti menjadi mara), dan ular (akar).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar